Dewan Berencana Bentuk Polisi Parlemen
Ada tiga lembaga negara di Kompleks Gedung DPR RI di Senayan, Jakarta yaitu MPR RI, DPR RI dan DPD RI. Namun dari tingkat pertanggungjawaban keamanannya masing-masing lembaga negara tersebut mempunyai Tim Keamanan sendiri-sendiri yang dikenal dengan sebutan Pengamanan Dalam (Pamdal). Tetapi ketika mulai masuk dalam tataran Kamtibmas itu masuk dalam tanggung jawab Polri.
Ada sebuah pemikiran untuk menyatukan tim keamanan ini, dimana nanti masing-masing pamdal itu diatur di internal masing-masing lembaga. “Oleh karen hal itu, maka muncul suatu gagasan dan pemikiran bahwa perlunya dibentuk sebuah polisi parlemen,” kata Wakil Ketua Badan Legislasi Firman Subagyo kepada Parlementaria beberapa waktu lalu.
Kenapa perlu dibentuk polisi parlemen? Menurut Friman, karena gedung DPR ini adalah gedung lembaga negara yang isinya itu adalah 560 anggota dewan, 132 anggota DPD RI. Yang kesemuanya itu adalah wakil rakyat dari 235 juta penduduk Indonesia yang notabene putra-putra terbaik yang memang harus membuat sebuah regulasi kebijakan untuk kepentingan bangsa dan negara termasuk masyarakat Indonesia.
Selain itu, tandas Firman, aspek keamanan tempat-tempat vital ini harus menjadi perhatian. “Jika kita lihat dari kebutuhan yang ada dan situasi dan kondisi yang berkembang serta dinamika daripada demokratisasi dengan eforia yang cukup dinamika sehingga kadang-kadang kita sulit untuk mengendalikan karena ada kelemahan dimana polisi itu tidak ada di posisi depan. Polisi sifatnya hanya membantu daripada Tim keamanan DPR (Pamdal), dimana Pamdal posisinya masih sangat lemah,” papar politisi Partai Golkar ini.
Selanjutnya dijelaskan Firman, selain terkait dengan Komplek DPR yang luar biasa ini, ada dokumen-dokumen negara yang juga memerlukan suatu pengamanan. “Jangan sampai dokumen-dokumen yang ada dapat dengan mudah diambil oleh orang yang tidak bertanggungjawab karena orang sangat mudah keluar dan masuk, tidak menutup kemungkinan Gedung dewan ini bisa dipasang bom oleh orang yang tidak bertanggung jawab karena memang akses masuknya terlalu mudah,” terangnya.
Namun, kata Firman, kesemuanya itu tidak akan menghilangkan daripada esensi Dewan Perwakilan Rakyat sebagai gedung rakyat. Ini harus menjadi kesadaran bersama dan konotasi gedung rakyat itu tidak serta merta orang bisa bebas masuk melakukan apapun. “Ini yang harus kita pahami bersama,” mantapnya.
“Tidak ada niat untuk membatasi masyarakat yang akan menyampaikan aspirasinya, semuanya harus ada mekanismenya, aturannya harus ada, seperti gedung dewan di luar negeri walaupun kita anggota dewan kita harus mematuhi aturan pengamanan yang ada,” imbuhnya.
“Gedung DPR ini tetap rumah rakyat, tapi jangan dikonotasikan semua orang bisa bebas melakukan apa saja, tetapi ada aturan dan mekanismenya,” tambahnya mengakhiri. (sc), foto : naefurodjie/parle/hr.